Tuesday, April 17, 2007


Aku percaya pada kesempurnaan manusia. Yesus memang sedemikian dekat dengan kesempurnaan itu. Untuk mengatakan bahwa dia sempurna adalah menolak superioritas Tuhan atas manusia. Dan dalam hal ini, aku memiliki teori sendiri. Keberadaan manusia dibatasi oleh segumpal daging, kita dapat mencapai kesempuarnaan hanya setelah tubuh jasmani tidak membatasi kita, oleh sebab itu, Tuhan sendiri mutlak sempurna. Ketika Dia turun ke bumi, Dia atas kehendakNya sendiri membatasi diri. Yesus mati di Kayu Salib karena Dia dibatasi oleh daging. Aku tidak memerlukan ramalan atau mujizat-mujizat untuk membuktikan kebesaran Yesus sebagai guru. Tak ada yang lebih menakjubkan dibanding tiga tahun pelayananNya. Tak ada keajaiban dalam sikah orang banyak yang diberi makan dari segenggam roti. Seorang pesulap dapat menciptakan ilusi itu. Tetapi kesengsaraan menjadi bernilai pada saat seorang pesulap dielu-elukan sebagai penyelamat kemanusiaan. Ketika Yesus menghidupkan orang mati, aku sangsi jika orang-orang yang dia hidupkan memang benar-benar mati. Aku menghidupkan anak sepupuku yang disangka mati, tetapi itu karena anak tersebut belum mati, dan jika aku tidak ada disana mungkin dia sudah dikremasi. Tetapi, aku melihat bahwa dia masih hidup, Aku memberinya suntikan dan dia sadar kembali. Tidak ada keajaiban sama sekali. Aku tidak membantah bahwa Yesus memiliki kekuatan psikis tertentu dan Dia dipenuhi dengan cinta-kasih pada manusia. Tetapi Dia tidak membawa kehidupan untuk orang-orang mati, tetapi untuk mereka yang diyakini akan mati. Hukum alam tidak berubah, tidak dapat diubah dan tak ada keajaiban yang diartikan sebagai mematahkan atau menghentikan sementara hukum alam. Tetapi kita perlu membatasi diri terhadap angan-angan berbagai amacam hal atau menyalahkan Tuhan atas keterbatasan kita. Kita boleh meniru Tuhan, tetapi bukan Dia yang meniru kita. Kita tidak bisa mengklasifikasikan waktu untuk Tuhan, waktu baginya adalah kekal. Bagi kita, ada masa lalu, sekarang, masa depan. Dan apalah artinya kehidupan manusia selama ratusan tahun kecuali sekadar bintik belaka dalam keabadian waktu? (Harijan, 17 April 1937)

Mohandas Karamchand Gandhi diberi gelar Mahatma yang artinya Jiwa yang Agung. Kesederhanaannya yang agung mengantarkannya sebagai pahlawan kemerdekaan India yang menentang penjajahan Inggris termasuk gerakan missionary yang menyertainya dengan cara perlawanan tanpa kekerasan (ahimsa) dan berdiri pada kaki sendiri (swadesi).

Setelah era Soekarno berakhir, orang-orang yang berkuasa di Indonesia justru melakukan gerakan anti Ghandi. Aku katakan anti Ghandi karena negara kita tidak bisa lagi bisa berdiri di kaki sendiri dan bahkan martabat negara kita digadaikan pada kekuatan ekonomi luar berkedok bantuan luar negeri yang membonceng neo-kolonialisme dan neo-libralisme atas nama globalisasi. Lucu!!! Negara yang kaya sumber daya alam ini berhutang besar-besaran.