2 comments Thursday, October 11, 2007

"Perubahan iklim adalah ancaman keamanan terbesar yang ada dihadapan kita"

- Leo Falcam

Ungkapan dari Leo Falcam, Mantan Presiden Micronesia tersebut membuat ancaman perubahan iklim terhadap keberlanjutan kehidupan menjadi sangat jelas. Ia juga mengkhawatirkan sampai berapa lama lagi kehidupan manusia dapat berlanjut dipulau kecil seperti Fiji, Tonga, Samoa (Climate Justice-FOE Australia; 2006).

Sebuah Pelajaran Dari Tuvalu

Tuvalu adalah Negara pulau kecil di kawasan Pasifik. Hanya dengan luas 26 kilometer persegi, berada di 2,5 meter diatas permukaan laut dengan populasi 11.000 lebih, membuat Tuvalu menjadi bangsa yang sangat rentan dari dampak perubahan iklim. Jika dilihat kontribusi negara pulau kecil dikawasan Pasifik yang hanya 0,06 % dari pelepasan gas rumah kaca secara global, menjadi ironi jika meraka harus menjadi korban pertama dari perbuatan yang bukan tanggung jawab mereka. Sampai-sampai mereka harus menjadi Pengungsi Iklim dan berpindah kedaratan yang lain. Tahun 2001, pemerintah Tuvalu, Fiji, Kiribati, Tonga membuat perjanjian imigrasi untuk memindahkan rakyatnya ke New Zealand setelah Pemerintah Australia menolak untuk menerima mereka. Kehilangan identitas sosial-budaya, skill dan kemampuan bahasa Inggris yang minim untuk dapat memperoleh pekerjaan, menjadi permalahan lanjutan yang menunggu di ‘rumah’ baru mereka. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah perubahan iklim tanda takdir kiamat sudah dekat?

Perubahan Iklim Bukan Sebuah Takdir

Perubahan Iklim merupakan dampak yang dihasilkan dari pemanasan suhu golobal yang disebabkan oleh gas rumah kaca. Gas rumah kaca ini dihasilkan oleh pola konsumsi bahan bakar fosil dan eksloitasi sumber daya alam. Peningkatan suhu bumi akan berpengaruh pada kehidupan manusia dan ekosistem yang ada karena alam dan kehidupan merupakan dua hal yang terintegrasi dan saling mempengaruhi.
Sejatinya, perubahan iklim bukanlah permasalahan teknis belaka, karena ia terjelma akibat kerakusan pola produksi dan konsumsi yang kemudian menjadi permasalahan sosial yang mengglobal. Dampaknya sosialnya, seperti ketidakmampuan bagi rakyat miskin untuk melakukan adaptasi, akses terhadap pelayanan kesehatan, air, dan sumber daya alam akan menambah permasalahan mendasar untuk bertahan hidup. Dibandingkan dengan orang kaya, yang dapat berpindah dari daratan rentan ke daratan yang lebih aman karena mereka punya uang untuk melakukannya. Jika demikian, apakah di masa depan bumi ini hanya akan diisi oleh orang kaya, karena hanya mereka yang mampu bertahan hidup??

Perubahan yang perlahan tapi pasti ini membuat kehidupan manusia seperti kodok yang sedang berenang dalam tungku yang dipanaskan secara perlahan sampai mencapai titik didih dan kodok itupun mati tanpa menyadari apa yang telah terjadi.

Masa Depan Bali??

Bali adalah pulau kecil hanya dengan luas hanya 5,682 km persegi dengan tingkat kepadatan penduduk yang relatif tinggi yakni 565 orang per km persegi. Bali di kelilingi wilayah pesisir dengan panjang 430 km yang saat ini dalam kondisi kritis. Padahal ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada wilayah pesisir dengan mata pencaharian sebagai nelayan sejak turun-temurun dan petani rumput laut. Di wilayah rural, sebagian besar masyarakat Bali becorak produksi sebagai petani kecil dengan pola pertanian tradisional. Corak produksi masyarakat Bali ini amatlah dipengaruhi oleh siklus alam dan curah hujan. Saat ini jika siklus alam menjadi tidak menentu, maka merakalah korban-korban pertama yang terkena dampak ditengah minimnya upaya pemerintah untuk membantu merak beradaptasi.

Pemerintah saat ini justru lebih tertarik pada upaya untuk menggalang pendapatan-pendapatan dari invasi arus modal (investasi) di sektor periwisata dan sarana pendukungnya. Dengan jalan mengobral murah sumber daya alam yang ada, menyebabkan timbul berbagai permasalahan lingkungan dan sosial. Baik yang disebabkan secara langsung oleh perubahan peruntukan bentang alam suatu proyek maupun oleh dampak komulatif dari pembangunan yang selama ini tidak diperhitungkan sebagai sebuah komponen yang penting bagi keberlanjutan hidup masyarakat Bali. Buktinya, saat ini saja pemerintah masih sibuk untuk membangun proyek seperti lapangan golf, reklamasi pantai hingga daerah aliran sungai untuk villa, membabat hutan yang katanya demi listrik dan eco-tourism. Proyek-proyek tersebut jelas-jelas berpengaruh besar pada lingkungan apalagi dampak perubahan iklim yang sudah dirasakan akan menambah parah kondisi Bali. Reklamasi menambah parah abrasi pantai dan semakin tinggi intensitas badai di laut sehingga berpengaruh pada ongkos produksi dan kehidupan nelayan. Berkurangnya hutan akan mengurangi kemampuan untuk menyediakan air dan kemampuan menangkap karbon, sehingga memperparah krisis air yang dapat penambah deretan panjang konflik perebutan air antara subak dengan PDAM maupun dengan swasta. Alih fungsi lahan terbuka dan produktif untuk keperluan lapangan golf yang hanya bisa dinikmati oleh kelompok berduit akan memperparah krisis pangan bagi Bali. Pariwisata Bali pun akan kollaps, karena pantai, gunung, sawah yang indah hanya akan tersisa di brosur-brosur perjalanan wisata saja. Di perkotaan akan semakin panas, pengapnya kondisi urban akibat kemacetan dan kumuhnya pemukiman, akan menyuburkan sarang-sarang nyamuk, sehingga membuat kesehatan manusia dan umur panjang menjadi mahal harganya. Ancaman keamanan, kriminalitas dan konflik akan tersemai karena semua orang ingin bertahan hidup ditengah kebutuhan yang semakin kompleks.

Walaupun masyarakat Bali telah berkontribusi besar lewat Nyepi dengan sehari tanpa konsumsi energi, sumber daya alam dan tidak mengeluarkan emisi, tetap saja Bali adalah pulau kecil yang akan menjadi ladang emas demi perputaran roda ekonomi global lewat industri pariwisata. Jika Bali masih mengacu pada kosep ekonomi-pembangunan konvesional seperti ini tanpa memasukkan resiko bencana dari perubahan iklim dalam setiap agenda pembangunan, tidak mustahil kejadian seperti di Tuvalu akan terjadi pada masyarakat Bali. Namun pertanyaannya kemudian adalah, apakah negara asal para pemilik industri pariwisata yang ada di Bali mau menerima masyarakat Bali??

Ditulis oleh :
Agung Wardana
(Deputi Direktur WALHI Bali)
Kontak:
WALHI Bali
Jl. Tukad Tegal Wangi No. 8 Sesetan, Denpasar
Telp: +62361245995, e-mail: bali@walhi.or.id
Mobile: +6281916606036

0 comments Monday, September 24, 2007

0 comments

Desember nanti, di Bali akan berlangsung konferensi internasional berkaitan dengan masalah perubahan iklim (Conference of Parties-COP13). Untuk menyambut acara yang katanya akan membahas Global Warming, maka sebaiknya kita lihat-lihat sejenak hal-hal yang berkaitan dengan pemanasan global ini.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer laut dan daratan bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-kali selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer.

Penghasil terbesarnya adalah negeri-negeri industri seperti Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Kanada, Jepang, China, dll. Ini diakibatkan oleh pola konsumsi dan gaya hidup masyarakat negera-negara utara yang 10 kali lipat lebih tinggi dari penduduk negara selatan. Untuk negara-negara berkembang meski tidak besar, ikut juga berkontribusi dengan skenario pembangunan yang mengacu pada pertumbuhan. Memacu industrilisme dan meningkatnya pola konsumsi tentunya, meski tak setinggi negara utara. Industri penghasil karbon terbesar di negeri berkembang seperti Indonesia adalah perusahaan tambang (migas, batubara dan yang terutama berbahan baku fosil). Selain kerusakan hutan Indonesia yang tahun ini tercatat pada rekor dunia ”Guinnes Record Of Book” sebagai negara tercepatyang rusak hutannya.

Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke Bumi. Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit).

Para ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 - 5,8 derajat Celsius (2,5 - 10,4 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100. Kenaikan temperatur ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9 - 100 cm (4 - 40 inchi), menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau.

Menurut temuan Intergovermental Panel and Climate Change (IPCC). Sebuah lembaga panel internasional yang beranggotakan lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Sebuah lembaga dibawah PBB, tetapi kuasanya melebihi PBB. Menyatakan pada tahun 2005 terjadi peningkatan suhu di dunia 0,6-0,70 sedangkan di Asia lebih tinggi, yaitu 10. selanjutnya adalah ketersediaan air di negeri-negeri tropis berkurang 10-30 persen dan melelehnya Gleser (gunung es) di Himalaya dan Kutub Selatan. Secara general yang juga dirasakan oleh seluruh dunia saat ini adalah makin panjangnya musim panas dan makin pendeknya musim hujan, selain itu makin maraknya badai dan banjir di kota-kota besar (el Nino) di seluruh dunia. Serta meningkatnya cuaca secara ekstrem, yang tentunya sangat dirasakan di negara-negara tropis. Jika ini kita kaitkan dengan wilayah Indonesia tentu sangat terasa, begitu juga dengan kota-kota yang dulunya dikenal sejuk dan dingin makin hari makin panas saja. Contohnya di Jawa Timur bisa kita rasakan adalah Kota Malang, Kota Batu, Kawasan Prigen Pasuruan di Lereng Gunung Welirang dan sekitarnya, juga kawasan kaki Gunung Semeru. Atau kota-kota lain seperti Bogor Jawa Barat, Ruteng Nusa Tenggara, adalah daerah yang dulunya dikenal dingin tetapi sekarang tidak lagi.
Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah. Potensi kerusakan yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini sangat besar sehingga ilmuan-ilmuan ternama dunia menyerukan perlunya kerjasama internasional serta reaksi yang cepat untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah dengan diadakannya konfrensi di atas.


















































































































































































































0 comments Thursday, August 30, 2007

Satu persatu adik-adik Yudistira menghembuskan nafas terakhirnya, dimulai dari permaisuri Drupadi, si kembar Nakula dan Sahadeva, kemudian disusul oleh panglima perang Pandawa, Arjuna. Semua tidak tahan lagi dengan dinginnya salju abadi Himalaya, bahkan Bima yang sangat kuatpun akhirnya meninggal dalam kebekuan. Maka tinggal Yudistira melanjutkan pendakian dengan seekor anjing yang dari awal perjalanan mengikuti perjalanan para Pandawa menuju Sorga. Kadang kala anjing itu diangkatnya karena kasihan dan kadang pula dilepas kembali ketika Yudistira tidak kuat lagi menggendong anjing kecil itu.

Keteguhan hati Pandawa tertua yang dikenal sangat bijaksana ini akhirnya membawa kedua makluk berlainan spesies ini mencapai puncak Himalaya. Ketika sampai di puncak, Dewa Brahma menampakkan diri dari menyapa Yudistira.

“Karena keteguhan hatimu, Yudistira, aku akan mengangkatmu menuju Sorga.”
“Hamba ucapkan terima kasih,Dewa.” Yudistira mengucapkan terima kasih itu dengan bersimpuh di hadapan Dewa Brahma yang berwibawa itu.
Anjing kecil yang setia menemani pendakian itu seakan ikut bersimpuh walaupun kelihatan tidak mengerti dengan pemandangan di hadapannya. Ia telah menganggap Yudistira sebagai tuan dan juga sahabatnya.

“Tapi, engkau harus mengerti, wahai Putra Pandu, sorga bukanlah tempat tepat buat seekor anjing. Maka tinggalkanlah anjingmu itu di sini.”
“Bolehkah hamba bertanya wahai Dewa yang Agung?” Yudistira berusaha mencari jawaban.
“Silakah, Anakku.”
“Mengapa Dewa mengatakan sorga bukan tempat yang tepat buat seekor anjing?”
“Karena Sorga adalah hadiah bagi kebaikan di dunia ini dan hanya manusia yang mengenal perbuatan baik dan buruk.”
“Apakah anjing yang setia tidak bisa dikatakan telah berbuat baik? Hamba pun tidak tahu nama dan siapa pemilik anjing kecil ini, tapi di begitu setia menemani pendakian ini. Jika dia tidak bisa ikut dalam perjalanan hamba ke sorga maka hamba lebih baik tetap di sini. Hamba akan menemani anjing ini di sini dan melupakan sorga yang dianggap sebagai hadiah kebaikan di dunia ini.”

Kata-kata Yudistira membuat Sang Dewa tertegun. Angin dingin seperti menusuk daging dan merambat ke tulang. Yudistira masih bersimpuh menunggu apa yang akan dikatakan Dewa Brahma. Tapi ia tetap pada pendiriannya semula. Masuk sorga dengan anjing kecil ini atau tidak sama sekali. Selama hidup ia melakukan kebajikan bukanlah untuk mendapat hadiah sorga tapi kebajikan adalah kewajiban manusia.

Ia menundukkan wajahnya. Matanya hanya menatap salju yang ada di bawah tubuhnya yang telah kurus dan menggigil.

“Lihatlah, wahai pahlawan bangsa Kuru!” Sang Dewa bersabda.”Lihatlah siapa di sampingmu!”

Yudistira menoleh ke samping kiri. Dia tidak melihat anjing kecilnya lagi. Ia juga melihat ke segala penjuru tapi anjing itu tidak ada lagi. Kini di hadapannya berdiri dua dewa. Tapi matanya tetap mencari-cari dimana anjing kecil itu.

“Anakku,” Sang Dewa yang lain menyapa Yudistira,”aku Dewa Dharma yang mengikutimu sejak awal pendakian ini. Akulah anjing kecilmu itu.”

Yudistira tertegun.

“Jangan bingung, anakku.” Dewa Dharma berusaha menyadarkan Yudistira dari kebingungannya.
“Maafkan hamba, Dewa. Hamba tidak tahu.” Yudistira gelagapan.
“Kau tidak perlu minta maaf, anakku. Saatnya kau ke sorga dengan segala perbuatan baikmu.” Seketika itu juga Dewa Dharma menghilang dari pandangan.

“Ayolah, pahlawan. Kita berangkat.” Dewa Brahma mengulurkan tangan perkasanya dan mengangkat Yudistira menuju sorga.

Posting ini diadaptasi dari bagian terakhir Epos Mahabharata yaitu Swargarohana Parwa yang ditulis Maharesi Vyasa. Swargarohana Parwa sendiri menceritakan perjalanan Pandawa dan Drupadi menuju sorga yang dipercaya dengan cara mendaki gunung Himalaya setelah menyerahkan singgasana kepada Parikesit, cucu Arjuna.

Posting ini aku dedikasikan buat anjing kecilku, Piko (Gendut) yang mati hari ini. Semoga ada sorga bagi anjing. Semoga ada alasan yang baik mengapa Nabi Nuh menyertakan anjing dalam bahteranya selain untuk dianggap najis di kemudian hari.

1 comments Tuesday, August 28, 2007


Mungkin Anda menduga, udara yang akhir-akhir ini makin panas, bukanlah suatu masalah yang perlu kita risaukan."

Mana mungkin sih tindakan satu-dua makhluk hidup di jagat semesta bisa mengganggu kondisi planet bumi yang mahabesar ini?" barangkali begitulah Anda berpikir.

Baru-baru ini, Inter-governmental Panel on Cimate Change (IPCC) memublikasikan hasil pengamatan ilmuwan dari berbagai negara. Isinya sangat mengejutkan. Selama tahun 1990-2005, ternyata telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15 – 0,3o C. Jika peningkatan suhu itu terus berlanjut, diperkirakan pada tahun 2040 (33 tahun dari sekarang) lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Dan jika bumi masih terus memanas, pada tahun 2050 akan terjadi kekurangan air tawar, sehingga kelaparan pun akan meluas di seantero jagat. Udara akan sangat panas, jutaan orang berebut air dan makanan. Napas tersengal oleh asap dan debu. Rumah-rumah di pesisir terendam air laut. Luapan air laut makin lama makin luas, sehingga akhirnya menelan seluruh pulau. Harta benda akan lenyap, begitu pula nyawa manusia.

Di Indonesia, gejala serupa sudah terjadi. Sepanjang tahun 1980-2002, suhu minimum kota Polonia (Sumatera Utara) meningkat 0,17o C per tahun. Sementara, Denpasar mengalami peningkatan suhu maksimum hingga 0,87 o C per tahun. Tanda yang kasatmata adalah menghilangnya salju yang dulu menyelimuti satu-satunya tempat bersalju di Indonesia , yaitu Gunung Jayawijaya di Papua.

Hasil studi yang dilakukan ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007), pun tak kalah mengerikan. Ternyata, permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm. Jika suhu bumi terus meningkat, maka diperkirakan, pada tahun 2050 daera-daerah di Jakarta (seperti : Kosambi, Penjaringan, dan Cilincing) dan Bekasi (seperti : Muaragembong, Babelan, dan Tarumajaya) akan terendam semuanya.

Dengan adanya gejala ini, sebagai warga negara kepulauan, sudah seharusnya kita khawatir. Pasalnya, pemanasan global mengancam kedaulatan negara. Es yang meleleh di kutub-kutub mengalir ke laut lepas dan menyebabkan permukaan laut bumi – termasuk laut di seputar Indonesia – terus meningkat. Pulau-pulau kecil terluar kita bisa lenyap dari peta bumi, sehingga garis kedaulatan negara bisa menyusut. Dan diperkirakan dalam 30 tahun mendatang sekitar 2.000 pulau di Indonesia akan tenggelam. Bukan hanya itu, jutaan orang yang tinggal di pesisir pulau kecil pun akan kehilangan tempat tinggal. Begitu pula asset-asset usaha wisata pantai.

Peneliti senior dari Center for International Forestry Research (CIFOR), menjelaskan, pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (disebut juga gelombang panas / inframerah) yang dipancarkan bumi oleh gas-gas rumah kaca (efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Penipisan lapisan ozon juga memperpanas suhu bumi. Karena, makin tipis lapisan lapisan teratas atmosfer, makin leluasa radiasi gelombang pendek matahari (termasuk ultraviolet) memasuki bumi. Pada gilirannya, radiasi gelombang pendek ini juga berubah menjadi gelombang panas, sehingga kian meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca tadi.

Karbondioksida (CO2) adalah gas terbanyak (75%) penyumbang emisi gas rumah kaca. Setiap kali kita menggunakan bahan bakar fosil (minyak, bensin, gas alam, batubara) untuk keperluan rumah tangga, mobil, pabrik, ataupun membakar hutan, otomatis kita melepaskan CO2 ke udara. Gas lain yang juga masuk peringkat atas adalah metan (CH4,18%), ozone (O3,12%), dan clorofluorocarbon (CFC,14%). Gas metan banyak dihasilkan dari proses pembusukan materi organic seperti yang banyak terjadi di peternakan sapi. Gas metan juga dihasilkan dari penggunaan BBM untuk kendaraan. Sementara itu, emisi gas CFC banyak timbul dari sistem kerja kulkas dan AC model lama. Bersama gas-gas lain, uap air ikut meningkatkan suhu rumah kaca.

Gejala sangat kentara dari pemanasan global adalah berubahnya iklim. Contohnya, hujan deras masih sering datang, meski kini kita sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser, dan kini jaraknya berselisih nyaris sebulan dari normal. Banyak orang menganggap, banjir besar bulan Februari lalu yang merendam lebih dari separuh DKI Jakarta adalah akibat dari pemanasan global saja. Padahal 35% rusaknya hutan kota dan hutan di Puncak adalah penyebab makin panasnya udara Jakarta . Itu sebabnya, kerusakan hutan di Indonesia bukan hanya menjadi masalah warga Indonesia , melainkan juga warga dunia. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengatakan, Indonesia pantas malu karena telah menjadi Negara terbesar ke-3 di dunia sebagai penyumbang gas rumah kaca dari kebakaran hutan dan pembakaran lahan gambut (yang diubah menjadi permukiman atau hutan industri). Jika kita tidak bisa menyelamatkan mulai dari sekarang, 5 tahun lagi hutan di Sumatera akan habis, 10 tahun lagi hutan Kalimantan yang habis, 15 tahun lagi hutan di seluruh Indonesia tak tersisa. Di saat itu, anak-anak kita tak lagi bisa menghirup udara bersih.

Jika kita tidak secepatnya berhenti boros energi, bumi akan sepanas planet Mars. Tak akan ada satupun makhluk hidup yang bisa bertahan, termasuk anak-anak kita nanti.

Cara-cara praktis dan sederhana ‘mendinginkan’ bumi :

1. Matikan listrik.(jika tidak digunakan, jangan tinggalkan alat elektronik dalam keadaan standby. Cabut charger telp. genggam dari stop kontak. Meski listrik tak mengeluarkan emisi karbon, pembangkit listrik PLN menggunakan bahan baker fosil penyumbang besar emisi).

2. Ganti bohlam lampu (ke jenis CFL, sesuai daya listrik. Meski harganya agak mahal, lampu ini lebih hemat listrik dan awet).

3. Bersihkan lampu (debu bisa mengurangi tingkat penerangan hingga 5%).

4. Jika terpaksa memakai AC (tutup pintu dan jendela selama AC menyala. Atur suhu sejuk secukupnya, sekitar 21-24o C).

5. Gunakan timer (untuk AC, microwave, oven, magic jar, dll).

6. Alihkan panas limbah mesin AC untuk mengoperasikan water-heater.7. Tanam pohon di lingkungan sekitar Anda.

8. Jemur pakaian di luar. Angin dan panas matahari lebih baik ketimbang memakai mesin (dryer) yang banyak mengeluarkan emisi karbon.

9. Gunakan kendaraan umum (untuk mengurangi polusi udara).
10. Hemat penggunaan kertas (bahan bakunya berasal dari kayu).

11. Say no to plastic.Hampir semua sampah plastic menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Atau Anda juga dapat membantu mengumpulkannya untuk didaur ulang kembali.

12 Jng membakar sampah, terutama sampah plastik

13. Sebarkan berita ini kepada orang-orang di sekitar Anda, agar mereka turut berperan serta dalam menyelamatkan bumi.



Sumber : Kampanye, www.walhi.or.id

0 comments Thursday, August 2, 2007


Berciuman bibir di depan umum bagi sebagian orang adalah hal tabu apalagi di Indonesia yang rencananya akan diberlakukan UU Pornografi dan Pornoaksi. Ditangkap, ditahan, dan didenda sejumlah uang yang nilainya menakutkan. Siapa berani? Untuk itu, berciuman biasanya dilakukan di tempat-tempat tersembunyi oleh pasangan-pasangan baik suami-istri, pacar, selingkuhan dan pasangan-pasangan lain punya acara ciuman bila bertemu baik wajib, terpaksa maupun dipaksa.

Di kalangan anak muda sekolahan lebih berbahaya lagi, karena selain tuntutan hukum nantinya (kalau RUU itu jadi disahkan) juga beresiko didamprat ortu kalau ketahuan. Bisa-bisa dihukum tahanan rumah, dilarang bertemu pacar atau yang paling parah tidak diberi uang saku selama sebulan. Mampus! Makanya singkat kata, singkat cerita, hatilah-hatilah berciuman karena banyak masalah di belakangnya.

Tapi tanyakan kepada anak-anak muda yang lahir di Banjar Sesetan Kaja, Denpasar dan menjadi anggota Sekaa Teruna (Organisasi Pemuda tingkat RT/RW di daerah lain--red) Satya Dharma Kerthi, Banjar Sesetan Kaja, Denpasar, siapa yang pernah disemprot ortu gara-gara berciuman di depan umum, berbasah-basah dan ditonton banyak orang. Jawabannya pasti "tidak ada". Atau kita akan mendapat tambahan kata,"Mereka juga senang kok melihatnya." Wah! Ini pasti aneh. Orang tua senang melihat anak mereka dicium anak tetangga di depan umum. Orang tua macam apa ini?

Acara ciuman di depan umum ini terjadi setiap tahun di Banjar Sesetan Kaja, Denpasar. Acara ini disebut Med-Medan, sebuah kegiatan ritual yang laksanakan oleh banjar tersebut yang melibatkan semua anggota sekaa teruna. Tepatnya dilaksanakan sehari setelah hari raya Nyepi. Kegiatan budaya ini sangat unik dan pelaksanaannya terus dipertahankan dari tahun ke tahun. Ciuman? Inilah uniknya kegiatan ini.

Acara dimulai dengan berkumpulnya anggota sekaa teruna di halaman bale banjar (bale masyarakat Bali---red juga), setelah melakukan persembahyangan, selanjutnya anggota cewek dan cowok dipisahkan dan membuat barisan. Barisan cowok menghadap Utara dan barisan cewek menghadap ke Selatan. Ketika barisan sudah saling berhadapan, masing-masing kelompok menunjuk salah seorang anggota yang akan dipertemukan dengan lawan jenisnya. Setelah semuanya sepakat, barisan akan akan maju saling mendekati karena didorong. Setelah jarak begitu dekat ujung barisan akan berangkulan, si cowok akan berusaha mencium si cewek. Entah bagian wajah mana yang sempat dicium karena ketika itu terjadi panitia akan menyiramkan seember air dan masing-masing barisan akan menarik ujung barisan yang saling berangkulan itu. Syukur jika dapat mencium bibir karena tidak akan ada kesempatan lagi karena yang sudah dapat giliran harus kembali ke barisan dan berada paling belakang dengan keadaan basah kuyup.

Semua akan tertawa dan bergembira melihat kegiatan budaya ini. Coba saja bayangkan melihat tingkah konyol cowok-cowok yang teramat berambisi buat mencium pasangannya dan cewek-cewek yang malu-malu tapi tetap saja didorong teman-teman di belakangnya. Pasti seru. Tapi maaf, jika pacar sedang menonton dilarang cemburu.

Med-Medan, berasal dari kata "omed" yang artinya "tarik". Jadi secara sederhana "Med-Medan" berarti saling tarik-menarik dan komponen utama dari kegiatan ini adalah adanya usaha saling dorong dan tarik oleh kedua kelompok cowok dan cewek. Jadi kegiatan utamanya adalah mendorong, berangkulan, menyiram, dan menarik kembali. Nah, pas ketika berangkulan itulah wajah saling berpadu. Pada jaman dahulu, ketika wajah bertemu wajah dalam istilah orang Bali disebut "mediman". Ketika dicari padanan katanya dalam Bahasa Indonesia didapatkan kata "berciuman". Nah, di sini letak uniknya kata "berciuman" jika dipakai oleh anak muda. He..he... apa bertemu apa, ayo??

Med-medan adalah sebuah tradisi yang awalnya adalah sebuah penentangan terhadap penguasa daerah (tokoh puri) pada jaman dahulu yang melarang diadakannya “keramaian” di wilayah itu karena beliau sedang sakit. Tetapi warga banjar memberanikan diri menyelenggarakan keramaian dengan segala risiko. Mendengar adanya keramaian, tokoh puri yang sedang sakit, berusaha mendatangitempta acara. Tetapi aneh, sakit yang dideritanya sembuh seketika setelah menyaksikan acara tersebut.


Pada jaman Belanda tradisi ini pernah dilarang, tetapi masyarakat tetap melaksanakannya secara sembunyi-sembunyi, hal ini terkait dengan kepercayaan warga bahwa bila tradisi ini tidak digelar maka akan ada hal-hal yang tidak diingini akan terjadi. Seperti halnya pengalaman para tetua terdahulu yang pernah meniadakan tradisi ini, entah darimana tiba-tiba sepasang babi yang tidak diketahui asal-muasalnya berkelahi di halaman Pura Banjar. Darah babi pun berceceran di mana-mana. Warga banjar yang melihat kejadian itu berusaha melerainya, tetapi tak berhasil. Akhirnya, ada bawos (wahyu/wangsit----red lagi) agar Med-medan tetap dilangsungkan. Begitu tradisi itu dilangsungkan, kedua ekor babi itu menghilang tanpa jejak. Darah yang tadinya terlihat membasahi tanah, hilang seketika. Sejak itulah warga tidak berani lagi meniadakan Med-medan sehingga lestari sampai sekarang.

Banyak kalangan mengatakan bahwa kegiatan ini menyuguhkan tontonan pornoaksi kerena dipandang dari sudut berciuman di depan umum yang dapat merangsang birahi peserta kegiatan dan penontonnya. Terutama yang tidak pernah melihat langsung kegiatan ini. Untuk menepis jauh kecurigaan tentang adanya pornoaksi, cobalah datang ke Sesetan Kaja, Denpasar. Jangan lupa menyiapkan diri untuk tertawa dan bergembira karena semua akan tertawa dan bergembira.
Foto diambil dari situs blog.baliwww.com




0 comments Tuesday, July 3, 2007

Salam Adil dan Lestari!!!
Tiba di Bandara Internasional Schipol tanggal 29 Juni 2007, setelah lelah terbang sekitar 13 jam dan transit di Malaysia..kesan pertama adalah saya kedinginan karena salah menafsirkan pernyataan kawan. Kawan saya bilang di Eropa sedang musim Summer, asumsi saya temperatur akan diatas 25 derajat celcius, jadi pakaian tebal dan jaket saya tinggalkan di mes WALHI. Eh ternyata suhunya hanya 15 derajat, yang ada yakni kedinginan karena tidak pake jaket sejak berangkat dari Cengkareng.
Holland, negara yang bisa dibilang maju (karena banyak meng-eksploitasi Indonesia kali yee??) dapat dilihat disini, sangat jarang orang2nya menggunakan mobil pribadi. Ditengah perjalanan ke Enschede, tempat kampus ITC, terbentang lahan luas peternakan dan huan-hutan kota yang rindang...sapi-sapi dan berbagai ternak sedang merumput.
Sampai di Enschede, saya tercengang melihat jalan kota yang sedemikian sempit, jalan searah hanya cukup untuk satu mobil saja. ukuran jalannya hampir sama dengan lebar jalan disebelahnya yang berwarna merah, jalan merah ini merupakan jalan hanya untuk orang-orang bersepeda.
Kami disini tidur di ITC International Hotel (hotelnya pelajar ITC), sejak awal kami diajarkan untuk hidup individualistis. kamar sendiri-sendiri. dasar orang Indonesia yang sangat sosialis..kami tetap saja punya bascamp untuk ngumpul dan pinjam-pinjaman uang. karena jika tidak hidup dengan gaya sosialis disini maka mati aja sendiri. kami kumpulan orang miskin ga mungkin sendiri, kan??? maka ada semangat diantara kami "ORANG MISKIN HARUS BERSATU!!". Untuk makan kami harus patungan, berkelompok per lantai kamar untuk mengirit biaya hidup...jika tidak, kami harus mengeluarkan duit 5 uero untuk sekali makan atau setara dengan 55 ribu rupiah.
Oh ya, disini saya baru pertama kali makan Mc Donald, karena baru sampai saya tidak tahu dimana harus makan yang murah. yang ada saya tanggalkan dulu idealisme, agar bisa makan murah, eh ternyata sama aja, McD juga mahal..dasar kapitalis...
Di kota kecil ini, muda-mudi-nya penampilannya bebas berekspresi dan sebagian besar naik sepeda untuk mobilitasnya..bisa dibayangkan ga, jika ada perempuan bule cantik pake pakian modis, sepatu casual tapi naik sepeda...hhehehe menarik kan???
Ternyata jalan mobil dibuat memang sengajakecil dan tidak bisa saling salip-menyalip, sehingga mobil2 harus antre berjalan..dan lama-kelamaan membuat meraka lebih memilih jalan kaki atau naik sepeda yang memang lebih bebas hambatan. bila kita berdiri dizebra cross, secara otomatis walau dengan kecepatan berapapun mobil melaju, mereka akan berhenti...pejalan kaki punya kuasa!!!
Salam,
Agung Wardana
Enschede, Holland

0 comments Saturday, June 30, 2007

Seorang lelaki masuk ke sebuah toko dan melihat seekor anjing mungil dan lucu. Dia lalu bertanya kepada penjaga toko, "Apakah anjing anda menggigit?"
Si penjaga toko menjawab,"Tidak, anjing saya tidak menggigit."
Lelaki itu kemudian menggoda si anjing mungil itu, namun sia anjing menggigitnya.
"Uahhh..." Dia berkata,"Saya kira Anda tadi mengatakan bahwa anjing Anda tidak menggigit."
Penjaga toko membalas,"Itu bukan anjing saya."

-----------

Dua ekor sapi sedang merumput di sebuah padang rumput.
Salah satunya bertanya kepada yang lain,"Apakah kamu kuatir dengan penyakit sapi gila?"
Sapi yang ditanya menjawab,"Tidak. Sama sekali tidak mengkuatirkan bagiku. Aku adalah seekor kuda."

-----------

Dalam sebuah kelas Bahasa Inggris.
Guru : Tell me a sentence that starts with an "I".
Siswa : I is the...
Guru : Stop! Never put 'is' after an "I". Always put 'am' after an "I".
Siswa : OK. I am the ninth letter of the alphabet.




0 comments


Sebuah buku yang berjudul Bencana Kemanusiaan Akibat Darwinisme karangan Harun Yahya sangat menarik untuk dibaca dan dikorek-korek. Keseluruhan isinya menyangkut hubungan-hubungan yang menarik antara teori-teori Darwin yang dulu kita pelajari di sekolah dengan faham-faham yang dulu sampai sekarang diributkan orang seperti Fasisme,komunisme sampai kapitalisme

Teori Darwin atau yang disebut Darwinisme yang dulunya kita pelajari sebagai petunjuk-petunjuk yang mencoba mengungkap misteri evolusi makhluk hidup mulai dari kehidupan awal yang sederhana menjadi keragaman yang sangat rumit diperluas menjadi mengarah kepada prilaku manusia yang berujung kepada kekerasan dan bencana di segala bidang, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Tersangkutnya Darwinisme pada kekerasan dan bencana kemanusiaan ini dipaparkan dengan mengetengahkan tokoh-tokoh yang mencari-cari pembenaran atas faham-faham atau ideologi mereka dari buku The Origin Of Species karya Darwin. Seperti kutipan di bawah ini :


Ideologi yang mengakibatkan malapetaka yang paling dasyat bagi kemanusiaan di abad yang baru saja kita tinggalkan adalah Komunisme. Komunisme, yang mencapai puncak sejarahnya oleh dua tokoh filsuf Jerman Karl Marx dan Friedrich Engels di abad 19, menumpahkan darah lebih banyak dibanding kaum Nazi dan imperialis. Dua orang ini adalah tokoh ateis tulen yang sangat membenci agama.
Akan tetapi Marx dan Engels memerlukan penjelasan atau pembenaran ilmiah bagi ideologi mereka agar dapat menarik simpati masyarakat luas. Sungguh menarik bahwa teori evolusi yang dikemukakan Darwin dalam buku The Origin of Species berisi penjelasan yang dicari-cari oleh Marx dan Engels. Darwin mengatakan bahwa makhluk hidup muncul sebagai hasil dari proses “perjuangan untuk mempertahankan hidup” atau “konflik dialektik”. Tambahan lagi, Darwin adalah seorang yang menolak adanya penciptaan dan mengingkari kepercayaan agama. Ini adalah kesempatan baik bagi Marx dan Engels yang tidak boleh dilewatkan.


Darwinisme memiliki kaitan yang sedemikian sangat penting dengan Komunisme sehingga beberapa bulan setelah buku Darwin terbit, Friedrich Engels menulis kepada Karl Marx, “Darwin, yang [bukunya] kini sedang saya baca, sungguh bagus.” Karl Marx lalu membalas surat Engels pada tanggal 19 Desember 1860, “Ini adalah buku yang berisi dasar berpijak pada sejarah alam bagi pandangan kita.” Dalam sebuah surat yang ditulis Marx kepada Lassalle, seorang rekan sosialisnya, pada tanggal 16 Januari 1861, ia mengatakan, “Buku Darwin sangatlah penting dan membantu saya [meletakkan] landasan berpijak dalam ilmu alam bagi perjuangan kelas dalam sejarah.”

Dari kutipan di atas kelihatan sekali bahwa sang pengarang menyalahkan Darwin atas ideologi yang dianut oleh Marx dan Engels. Seorang teman pernah mengatakan,”Jangan pernah menyalahkan Ian Gillan kalau lagu Smoke On The Water dinyanyikan dengan buruk dan tidak senonoh oleh grup band asal Jember.” Di sini juga kelihatan bahwa Harun Yahya memvonis Darwin dengan teorinya yang lebih bersifat materialistik daripada bersifat teologik sebagai sebuah momok yang telah mengubah prilaku manusia menjadi buas dan berbahaya bagi manusia lain. Padahal pada kenyataannya ilmu-ilmu yang bersifat materialistik banyak yang akhirnya terbukti seperti kenyataan bahwa bumi ini bulat dan bergerak mengelilingi matahari (teori heliosentris). Teori ini dulu ditentang oleh kaum agamawan karena bertentangan dengan isi kitab Kejadian (Genesis) yang menjadi pegangan kumpulan agama-agama rumpun Semit dan bisa ditebak hidup orang-orang yang mendukung teori ini berakhir di tiang gantungan.

Darwinisme dan faham-faham materialistik yang banyak mendapat penetangan dari golongan teologis menjadi menarik jika dikaitkan dengan Filsafat Materialistik dalam dunia Hindu. Filsafat ini dikenal dengan nama Filsafat Charvaka atau dikenal juga dengan nama Filsafat Nastika. Pendirinya adalah Charvaka. Buku terpenting dari sistem ini adalah Brihaspati Sutra. Filsafat ini bebas atau tidak tergantung dari ide-ide dan prinsip-prinsip Weda. Ia menolak keberadaan Tuhan dan menganggap agama sebagai suatu penyimpangan. Menurut filsafat ini, dunia materi adalah nyata dan hanya ia sendiri yang ada; pengetahuan kita mengenai hal ini berasal dari persepsi panca indra. Materi dibuat dari udara, tanah, api dan air. Kesadaran hanyalah satu fungsi dari materi, jiwa berarti badan, tidak ada kehidupan sesudah mati, tidak ada Tuhan, dunia menciptakan dirinya sendiri, mengejar kesenangan adalah tujuan hidup. Weda-Weda ditulis oleh badut-badut. Hukum Karma tidak memiliki dasar. Filsafat ini mengatakan, "Nikmati hidup selama kamu bisa, sekali kamu dikremasi, kamu tidak akan pernah kembali ke bumi ini” ( Ed. Viswanathan ). Filsafat ini sangat bertentangan dengan kepercayaan Hindu yang umum berlaku namun tidak terjadi penentangan terhadap filsafat Charvaka oleh golongan lain dalam Hindu. Hal ini karena adanya kebebasan berpikir dalam Hindu dan kebebasan berpikir ini pula yang akhirnya mengubur filsafat Charvaka sehingga penganutnya amat jarang ditemui.

Lalu bisakan pandangan Darwin, Charvaka atau malah Harun Yahya disalahkan? Atau bisakah The Origin of Species menjadi buku setan karena menjadi buku kesukaan Karl Marx dan Friedrich Engels? Bisa jugakah Jihad menjadi jalan setan karena Imam Samudra dan kawan-kawannya menggunakan kata ini ketika mereka membinasakan orang-orang yang belum tentu berdosa? Di sinilah diperlukan kebijaksanaan dalam berpikir dan berpikir seperti orang bijaksana. Sesekali mengatakan “Tidak!” juga adalah simbol dari kebijaksanaan.

11 comments Thursday, June 7, 2007


Soekarno adalah sosok yang menarik, beliau adalah seorang tokoh yang sangat besar sumbangannya dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Beliaulah yang mambacakan teks Proklamasi yang didampingi oleh Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 yang menandai berdirinya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat yaitu Indonesia, negara kita. Mengapa dipilih Soekarno untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia padahal bisa saja pemuda-pemuda semacam Chaerul Saleh dan kawan-kawannya di PETA melakukannya tanpa Soekarno. Tapi tetap saja mereka harus memaksa Soekarno dan Hatta untuk mengumumkannya sampai ada acara penculikan(Ingat Peristiwa Rengasdengklok). Tentu saja alasannya Soekarno harus dilibatkan karena belau adalah pejuang sejati yang telah malang-melintang dalam perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, termasuk bersekutu dengan Jepang lewat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang nyata-nyata bentukan Jepang.

Perjuangan Soekarno adalah perjuangan tanpa kenal lelah dengan sebuah cita-cita yaitu kemerdekaan dan keadilan sosial bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia. Kesemuanya cita-cita kemerdekaan dan keadilan sosial seluruh lapisan rakyat ini, dicakup oleh Bung Karno dalam paham Marhaenisme. Marhaen (katanya) adalah nama seorang tani yang beliau jumpai di selatan Bandung, dan yang beliau simbolisir bagi gambaran setiap rakyat Indonesia, yang menjadi korban daripada kolonialisme tanpa memandang agamanya ataupun paham politiknya. Pengertian kolonialisme dalam hubungan ini adalah kolonialisme sebagai anak kelahiran sistem imprealisme, sedangkan imprealisme adalah tingkat tertinggi dari kapitalisme.

Marhaenisme sendiri bisa dikatakan sebagai ajaran Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi rakyat Indonesia saat itu. Yang membedakannya adalah dimana Marx menyatakan bahwa sistem kapitalisme di Eropa menghasilkan kaum proletar (sebutlah buruh-buruh dan atau pekerja) yang melarat, namun Soekarno menegaskan bukan saja kaum proletar yang melarat tapi juga kaum-kaum yang lain seperti petani, nelayan atau lebih gampang disebut, seluruh rakyat melarat dan termiskinkan akibat kapitalisme dengan manifestasinya kolonialisme, imperialisme dan isme-isme lainnya yang lebih gampang disebut dengan penjajahan.

Lucunya saat ini masih ada yang marah jika Marhaenisme dikaitkan dengan Marxisme. Hal ini tentunya sangat beralasan, mengingat Marxisme juga merupakan ibu dari fahan komunisme yang menjadi momok di Indonesia sejak peristiwa G30S PKI. Di mana dalam buku-buku sejarah disebutkan dalangnya adalah PKI (Partai Komunis Indonesia) yang mana 7 orang jenderal menjadi korban peristiwa itu. Untuk membalasnya, nyawa 7 orang jenderal itu ditukar dengan 3 juta orang-orang yang dituduh PKI dan underbownya. 7 : 3.000.000, perbandingan yang adil, bukan?

Marhaenisme sediri bisa dikatakan sebagai sebuah asas yang menghendaki susunan masyarakat dan negara, yang di dalam segala halnya, menyelamatkan dan melindungi kaum marhaen. Siapa kaum marhaen? Tentu saja mereka adalah kaum-kaum yang menderita oleh kapitalisme penjajah. Marhaenisme adalah cara perjuangan revolusioner, sesuai dengan watak kaum marhaen pada umumnya. Marhaenisme adalah asas dan cara perjuangan menuju kepada hilangnya kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme.

Marhaenisme juga dikatakan sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokratik. Sosio nasionalis adalah paham yang mengandung nilai kebangsaan yang sehat dan berdasarkan perikemanusiaan, persamaan nasib, gotong royong, hidup kemasyarakatan yang sehat, kerja sama untuk mencapai sama bahagia,tidak untuk menggencet dan menghisap. Sedangkan sosio demokrasi adalah paham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomiannya, dan kemajuannya, supaya sesuatu bisa bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Rakyat sangat menginginkan berlakunya demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial.

Bagaimana dengan implementasinya dewasa ini? Payah!!!! Jangankan rakyat yang berdaulat, negara ini saja kedaulatannya sudah mulai memudar. Bantuan luar negeri masih menjadi hadiah manis dan semua kebijakan diarahkan kepada kepentingan kapitalisme yang berwujud baru, globalisasi. Kaum-kaum tani yang dulunya memiliki tanah untuk digarap sekarang sudah mulai kehilangan tanahnya karena kepentingan pemodal. Banyak dari mereka justru sekarang menjadi kaum proletar. Perusahaan-perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak justru ditambahkan kata “Terbuka(tbk)”, Misalnya PT. Telkom Tbk, PT PLN Tbk dan Tbk-Tbk lainnya. Terbuka untuk rakyat? Bukan, itu mah artinya swatanisasi. Kata-kata sulitnya : diserahkan kepada orang-orang bermodal demi akumulasi modal. Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan investor asing.

Maka, jika sekarang kita berbicara tentang Marhaenisme, sepertinya kata ini lebih menjadi kata penghias pidato-pidato politikus yang mengkampanyekan partainya tetapi tidak pernah diterapkan untuk kepentingan rakyat. Kaum Marhaen itu. Soekarno sendiri telah istirahat dengan tenang dan kalau saja Beliau masih hidup tentu saja akan marah karena cita-cita kemerdekaannya dari kolonialisme dan imperialisme sekarang tumbang ke dalam jurang yang bernama globalisasi yang sama-sama dilahirkan oleh kapitalisme.

Dalam rangka memperingati hari ulang tahun beliau yang jatuh pada tanggal 6 Juni, seharusnya kita mengucapkan “Selamat istirahat di sisi Tuhan, Pak dan please, jangan marah karena kami telah melupakan cita-cita Bapak. Tapi, Pak, kami telah memasang poster-poster Bapak di dinding ruang tamu rumah kami seperti adik-adik kami memasang poster Che Guevara di dinding kamarnya.”

0 comments Friday, May 11, 2007

Foto ini diambil oleh Fotografer Kevin Carter di Sudan ketika kelaparan melanda negara tersebut pada tahun 1994 dan memenangkan penghargaan jurnalistik Pulitzer Prize di tahun yang sama. Seekor burung bangkai menunggu kematian seorang anak yang sekarat agar bisa dimakan. Tidak ada yang tahu apa yang akhirnya terjadi pada anak itu kemudian, termasuk Kevin Carter yang meninggalkan tempat tersebut segera setelah mengambil foto. Tiga bulan kemudian sang fotografer memutuskan untuk bunuh diri karena depresi.

0 comments Thursday, May 10, 2007




Seniman dan Komposer Kostabi dilahirkan di Los Angeles tahun 1960. Ia adalah pelukis kontemporer yang karya-karyanya mendapat pujian banyak peminat lukisan karena memang lain dari pada yang lain. Goresan tiga dimensinya yang lebih sering menampilkan obyek tanpa wajah menjadi daya tarik sendiri. Lukisan Mark Kostabi pernah dipakai Guns n’ Roses di double album mereka Use Your Illusions. Selain melukis Kostabi juga dikenal sebagai seorang komposer yang produktif. Musik Kostabi ditampilkan secara orkestra maupun solo termasuk oleh Rein Rannap, Kristjan Jarvi, Maano Manni, Delilah Gutman, the Estonian National Symphony Orchestra, dan dia sendiri. Rekamannya antara lain dalam bentuk CD misalnya : I Did It Steinway, Songs For Sumera and New Alliance.

0 comments Friday, May 4, 2007


Selamat datang di pulau Bali. Selamat datang di pulau Dewata, The Island of a Thousand Temples dan sebutan-sebutan lain yang membuat orang penasaran untuk datang ke Bali. Brosur-brosur tentang Bali tersebar ke seluruh dunia, baik oleh biro perjalanan, maskapai penerbangan, hotel-hotel dan semua pihak yang berkepentingan dengan kedatangan wisatawan ke Bali. Semua brosur menyatakan keindahan panorama Bali, budaya yang luhur dan masyarakatnya yang ramah kepada pendatang. Alangkah indahnya pulau ini. Bahkan ada orang luar yang menyatakan bahwa Bali adalah surga terakhir yang tersisa di Bali setelah Taman Eden. Ia sendiri ingin mati dan dikubur di Bali. Waduh!! Kalau ada seribu orang yang berpikiran seperti dia, maka Bali harus menyediakan tanah-tanah kuburan untuk mengubur mereka.

Lalu apa yang terjadi dalam masyarakat Bali? Apakah hal itu menyebabkan orang Bali berubah? Nah, inilah masalahnya. Brosur-brosur tentang keindahan Bali itu ternyata juga mengendap dalam benak masyarakat Bali. Budaya yang luhur, masyarakat yang ramah dan penuh senyum (umumnya kami orang Bali selalu tersenyum jika ditanya oleh orang asing, justru untuk menutupi ketidakbisaan kami berbahasa mereka…), dan banyak hal-hal indah yang ada di brosur itu membuat masyarakat terlena. Semua sendi kehidupan orang Bali yang dulunya merupakan bentuk pengabdian kepada Sang Pencipta (Tuhan) berpindah rel menuju pengabdian kepada gemerincing dollar di saku para wisatawan. Semua hal harus sesuai dan mencirikan keluhuran budaya yang ada di brosur. Ambiguitas antara brosur dan budaya yang sebenarnya terjadi. Menyedihkan tapi kadang lucu.

Bisa dikatakan lucu karena kesenian-kesenian yang dulunya dipentaskan di pura sebagai pelengkap upacara keagamaan bisa ditonton di halaman hotel. Menyedihkan karena patung Budha dipakai hiasan di pusat-pusat spa. Salahkah? Tentunya salah-benar tergantung konteks. Brosur pariwisata telah memuat hal-hal ini maka sudah seharusnya akomodasinya juga sesuai dengan brosur. Jika tidak, maka wisatawan harus menunggu sampai ada upacara keagamaan hanya untuk nonton tari Pendet. Maka dibuatlah pertunjukan itu tanpa perlu ada atau tidak upacara agama. Semuanya dilakukan untuk memanjakan wisatawan yang datang ke Bali. Semuanya dikemas dalam paket pariwisata, semuanya harus ada, harus lengkap.

Ironisnya lagi hotel-hotel dibangun tanpa mempedulikan lagi keharmonisannya dengan lingkungan sekitar. Bahkan tempat-tempat yang dulunya dianggap suci oleh pendahulu orang Bali sekarang harus kalah dengan dunia baru yang bernama pariwisata. Pura-pura (maaf, tolong dibaca pure-pure) menjadi obyek dan di sekitarnya dibangun hotel-hotel agar para tamu mudah mencapai pura yang artinya lebih mudah menikmati budaya yang luhur itu. Hanya perlu membuka jendela hotel, langsung bisa dilihat.

Untuk memenuhi kebutuhan energi hotel-hotel dan sarana lainnya, gunung yang sucipun harus dirabas, dibor, dipasangi pipa guna mengeluarkan panas bumi untuk pembangkit listrik. Orang-orang yang berkepentingan menakut-nakuti masyarakat jika tidak dibangun pembangkit baru, beberapa tahun lagi Bali akan gelap. Maka harus dibangun guna memenuhi kebutuhan hotel-hotel dan sarana pariwisata yang rakus energi, demi untuk menunjukkan keluhuran budaya.

Maka, sekali lagi kami ucapkan selamat datang di Bali, Pulau Dewata, Pulau Seribu Pura, pulau seribu kepura-puraan. Nikmatilah budaya yang luhur ini yang kami persembahkan untuk anda melebihi dari apa yang bisa kami persembahkan untuk dewa-dewa kami.

16 comments

Calonarang adalah seorang janda tua yang hidup di sebuah desa yang merupakan bagian dari wilayah kerajaan Daha di Jawa Timur. Dirah, nama desa itu. Sang janda yang mendapat julukan "Rangda ing Dirah" atau janda dari negeri Dirah memiliki seorang putri yang bernama Diah Ratna Manggali. Saat itu kerajaan Daha dipimpin oleh raja Airlangga yang sangat terkenal. Saking terkenalnya saat ini universitas di Jawa Timur diberi nama Universitas Airlangga. Beliau disebut-sebut sebagai titisan Dewa Wisnu. Dalam pandangan orang bijaksana, sebutan titisan Dewa Wisnu merupakan predikat yang diberikan kepada raja yang dalam pemerintahannya mampu mensejahterakan rakyat dan melindungi negeri dari bahaya luar. Namun bagi masyarakat umum saat itu, itu bukanlah predikat, namun sebuah dogma. Beliau memang titisan Dewa Wisnu.

Dikisahkan bahwa tak ada pemuda dari seluruh kerajaan yang mau menjadikan Manggali istri karena kabar yang santer terdengar Calonarang adalah penganut ilmu hitam. Sesungguhnya Manggali adalah gadis desa yang cantik, berbudi baik dan ramah kepada semua orang. Namun gadis malang ini menjadi korban dari predikat yang disandang oleh sang ibu. Karena tidak ada yang mau melamar anak gadisnya yang sudah mulai memasuki usia nikah, murkalah sang janda. Dengan kekuatan yang dimilikinya dan dibantu oleh beberapa muridnya, Calonarang menyebarkan kekuatan teluh yang didapat dari Bathari Bhagawati. Satu persatu warga desa tewas karena wabah penyakit.

Kabar tentang kejahatan Calonarang akhirnya sampai di telinga raja. Berbagai upaya dikerahkan oleh raja untuk mengalahkan sang janda dari Dirah, termasuk menitahkan patih kerajaan, namun ternyata sia-sia. Akhirnya brahmana kerajaan Empu Bharadah dimintai bantuan. Sang Brahmana mengutus muridnya Empu Bahula untuk menyelidiki kekuatan Calonarang. Kedatangan Empu Bahula ke desa Dirah disambut penuh suka cita oleh Calonarang. Tentunya juga Diah Ratna Manggali. Singkat cerita akhirnya mereka menikah. Keduanya hidup bahagia sebagai suami-istri, namun tugas kerajaan tetap harus dijalankan. Beberapa bulan di desa Dirah membuat Empu Bahula tahu sumber kekuatan sang mertua.

Dengan diketahuinya rahasia kekuatan Calonarang, Empu Bharadah akhirnya dapat mengalahkan Calonarang dan kerajaan Daha tentram kembali. Kisah ini diakhiri dengan kematian Calonarang yang penuh kebahagiaan karena Diah Ratna Manggali telah menemukan tambatan hatinya.

Sampai sekarang kisah ini tetap menjadi kisah yang menarik di Bali dan dijadikan tema utama dari berbagai kesenian seperti drama tradisional dan wayang kulit. Setiap pementasan cerita Calonarang selalu dihiasi dengan unsur magis yang menyebabkan pementasan menjadi menyeramkan. Semua pementasan yang berhubungan dengan Calonarang selalu menempatkan Calonarang sebagai tokoh antagonis yang menjadi simbol kejahatan. Kata "Rangda" di Bali mengalami pergeseran makna dimana "Rangda" saat ini digunakan sebagai istilah bagi sosok mengerikan dengan rambut panjang berjuntai, mata melotot, taring panjang, ditambah dengan lidah panjang yang selalu menjulur. Dalam tari Barong, rangda mewakili sifat jahat manusia dan barong mewakili sifat baik manusia. Padahal rangda awalnya berarti janda atau wanita yang telah ditinggal suaminya.

Sekarang ini banyak analisis yang dilontarkan sehubungan dengan cerita ini. Salah satunya adalah, dalam teks yang ditemukan dalam bahasa Jawa Kuno tidak diceritakan kondisi politik kerajaan Daha saat itu. Predikat titisan Wisnu yang disandang raja menjadikan kekuasaan raja absolut, sehingga pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan kebijakan kerajaan akan dianggap sebagai pikiran jahat yang harus ditumpas. Desa Dirah sendiri adalah desa kecil yang masih dalam kekuasaan Daha, maka pemikiran kritis Calonarang bisa menjadi ancaman bagi kekuasaan yang absolut itu. Apalagi Calonarang hanyalah seorang janda sehingga issu-issu gender lebih mudah dimasukkan. Seperti misalnya, wanita lebih gampang mempelajari ilmu hitam dibandingkan laki-laki.

Dalam teks disebutkan Calonarang dengan murid-muridnya mendapat kekuatan dari Bhatari Bagawati, yang dalam keyakinan tradisional merupakan sakti Dewa Siwa. Dari sini ada hal yang mencurigakan, jangan-jangan pemikiran Calonarang adalah bagian dari filsafat Tantra yang merupakan hal baru di Jawa pada saat itu. Seperti yang kita ketahui di dalam masyarakat kita, pemikiran-pemikiran baru selalu mendapat menentangan dari budaya konservatif yang telah dianut umum. Jika penentangan ini dilakukan oleh negara atau konstitusi maka jadilah pemikir-pemikir baru itu sebagai sosok jahat. Calonarang sendiri akhirnya dibuat jahat dengan isu-isu ilmu hitam dan kematian banyak warga desa di Daha. Tidak ada analisis secara medis yang dilakukan saat itu terhadap kematian warga desa. Maklum Universitas Airlangga belum dibangun dan belum mewisuda dokter-dokternya. Maka disimpulkanlah itu adalah berbuatan Calonarang. Siapapun yang menentang dewa maka dia adalah kejahatan itu sendiri. Kesimpulan yang gampang bukan?
Kaum feminis Bali melihat cerita ini lebih pada pengorbanan seorang ibu demi kebahagian anaknya. Pandangan lain menyebutkan bahwa cerita ini mewakili dominasi laki-laki atas perempuan. Konflik-konflik yang terjadi antar kedua gender ini haruslah dimenangkan oleh laki-laki. Maunya sih!!
-----------------------------------------------------
Salam Hormat kepada Ibu, Nenek, semua leluhur perempuanku termasuk, Ni Diah Patri Keniten, Diah Ratna Manggali dan tentunya Calonarang.





0 comments Wednesday, May 2, 2007


Selamat atas terbitnya edisi perdana Bulletin JagadHita. Bulletin ini adalah salah satu sarana kampanye Walhi Eksekutif Daerah Bali. Yah, masih banyak kekurangan, terutama dalam hal hasil cetaknya, namun terbitan pertama ini bisa dikatakan sebagai hasil jerih payah kita bersama. Aik yang mertuanya meninggal ketika redaksi lagi sibuk, Agung Wardana yang akhirnya meninggalkan KTP di tukang pres ban dalam karena tidak ada uang sepeserpun di dompet ketika kita melakukan investigasi di desa Gadungan dan Meliling, Tabanan, dan tentunya masih ingat ketika kita pura-pura bertamu padahal tujuannya hanya untuk mendapat secangkir kopi karena itupun tidak terbeli. Menariknya juga, Bang Ruddy pergi ke Malaysia, justru beberapa hari sebelum melihat hasil kerjanya.


Di manapun kalian berada, tetap semangat, teman!!! Tunduk tertindas atau bangkit bergerak, karena diam adalah pengkhianatan.

0 comments

Pembangun di era otonomi daerah atau desentralisasi merupakan peluang yang sangat baik dalam mewujudkan hak-hak masyarakat pengelolaan sumber daya alam mereka yang dapat mengurangi potensi kita untuk terjerembab dalam bencana berkelanjutan. Pertanyaannya, apakah pendelegasian kewenangan pengelolaan tersebut telah termaktub dalam regulasi otonomi daerah? Selanjutnya, apakah paradigma pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dapat menjamin keadilan dan kelestarian?

Pertanyaan ini menjadi relevan mengingat masih ada regulasi dalam pengelolaan sumber daya alam yang yang tumpang tindih, misalnya antara UU Otonomi Daerah dengan regulasi sumber daya alam yang bersifat sektoral. Selain itu yang terjadi saat ini justru otonomi daerah menambah deretan eksploitasi. Semakin menguatnya kekuasaan yang merangsek ke tingkat lokal berkombinasi dengan pemerintah yang lemah dan institusi sipil yang juga lemah telah membuka jalan untuk penyalahgunaan kekuasaan politik dan kekuasaan administratif, bangkitnya sentimen etnis dan keagamaan serta perusakan lingkungan alam demi menarik keuntungan yang cepat dan sebanyak-banyaknya. Secara real dapat kita lihat pada laju kerusakan lingkungan dan sumber daya alam pada era otonomi daerah meningkat secara signifikan. Jika di masa Orde Baru yang sentralistik, segala kebijakan yang berkaitan dengan eksploitasi berasal dari pemerintah pusat yang mana keuntungan dari eksploitasi tersebut juga terkonsentrasi pada elite-elite pusat saja. Sedangkan lewat otonomi daerah, penguasa daerah berlomba-lomba untuk meningkatkan pendapatan dengan mengobral dan menguras habis sumber daya alam mereka juga untuk kepentingan penguasa tersebut ataupun kelompoknya.

Mengubah Paradigma
Pembangunan yang mengandalkan pemanfaatan sumber daya alam tanpa diimbangi dengan kehati-hatian dalam pengelolaannya, yang mengakibatkan kerusakan dan kehancuran sumber daya alam dari waktu ke waktu semakin tinggi. Kondisi ini menjadi semakin parah dengan adanya ketidakadilan basis legitimasi hukum yang memberikan hak penguasaan yang lebih besar kepada pengusaha dibandingkan hak yang ada pada masyarakat yang meskipun jumlahnya lebih besar menikmati sedikit ruang dalam memanfaatkan sumber daya alam (Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri; 2005).
Pengelolaan sumber daya alam yang bersifat sektoral sangat berpotensi terjadinya tumpang tindih kewenangan guna mencapai keuntungan komersial tanpa memperhitungkan daya dukung ekologisnya. Pendekatan seperti ini, jika kita lihat secara kritis merupakan pesanan untuk mendukung basis ekonomi pertumbuhan dengan birokrat-intelektual-komprador sebagai agennya.
Ketika kita berbicara tentang bencana ekologis atau bencana yang terjadi sebagai akumulasi dari kerusakan lingkungan akibat eksploitasi, tidak bisa dilepaskan dari sistem pengelolaan sumber daya alam yang timpang ini. Ke depan, diperlukan sebuah antitesis dari pendekatan ini yang lebih berpihak pada kelestarian dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Tentu saja pendekatan ini tidak tunduk pada basis ekonomi pertumbuhan yang kapitalistik.
Paradigma seperti apa yang dapat menjadi antitesis? Dari sudut pandang pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, bio-region merupakan pilihan yang cukup tepat karena dengan adanya otonomi daerah pengelolaan sumber daya alam terkotak-kotak dalam wilayah administrasi yang kecil-kecil yang seringkali lebih sempit dari sistem ekosistem serta menimbulkan konflik antar daerah. Daya dukung sumber daya alam per daerah administratif tidak mampu mendukung pembangunan dan kehidupan jangka panjang sehingga diperlukan kerja sama antara daerah untuk mencapai kesejateraan bersama dan berkelanjutan sistem penyangga kehidupan.
Pendekatan bio-region memiliki beberapa karakteristik. Pertama, merupakan teritori tanah dan air yang lingkupnya tidak ditentukan oleh batasan politik/administratif, tetapi oleh batasan geografis komunitas manusia dan sistem ekologi. Kedua, mata pencarian pokok, klaim, serta kepentingan komunitas lokal berikut kriteria untuk pembangunan dan pelestarian regional dijadikan pusat perhatian dengan tidak mengabaikan kepentingan ekonomi dari luar. Ketiga, merupakan wilayah yang ''cukup luas'' untuk memelihara integritas komunitas, habitat dan ekosistem biologis, menunjang proses ekologis penting seperti zat hara, arus limbah, migrasi dan aliran air. Keempat, merupakan wilayah yang ''cukup kecil'' sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai kampung halamannya, mempunyai identitas kultural yang unik serta mempunyai hak untuk menentukan pembangunannya sendiri (Walhi, 2002)
Pendekatan bio-region ini mengaitkan ekosistem, geografis masyarakat dan budaya untuk mendorong ikatan sosial yang diharapkan dapat meningkatkan ikatan eko-budaya yang mengakar pada suatu wilayah melebihi ikatan etnis dan birokrasi yang cenderung bersifat membatasai. Batas bio-region tidak dapat ditentukan dari ''atas'' karena bio-region adalah konsep ekologi dan budaya yang sudah ada beserta masyarakat yang tinggal di dalam tersebut. Dengan kata lain bio-region menyatukan ekosistem alam dengan masyarakat tanpa dibatasi oleh batas adminstrasi dan etnis, memerlukan riset dan ilmu pengetahuan (termasuk pengetahuan lokal), merupakan pendekatan kooperatif dan adaptif, serta memerlukan keterpaduan institusi (pemerintah pusat, pemerintah daerah dan komunitas lokal).
Untuk itu diperlukan seorang pemimpin politik yang mempunyai keberanian untuk mempraksiskan pendekatan bio-region ini yang dimulai dari daerah. Karena bagaimana pun permasalahan lingkungan hidup dan konflik pengelolaan sumber daya alam bukan permasahalan teknis belaka melainkan merupakan ekses dari ketimpangan struktur kelas, gender dan ras dalam penguasaan sumber daya alam yang hanya dapat diselesaikan melalui pendekatan politik yang berpihak pada keadilan dan kelestarian.
Tulisan ini dibuat oleh Agung Wardana dan pernah dimuat di harian Bali Post, 27 Pebruari 2007. Dia adalah adik sepupu sekaligus sahabatku. Seorang pecinta lingkungan dan aktif di Walhi ed Bali. Sorry Dek, tulisannya termuat di sini. Tau kan, gak semua orang baca Bali Post?

4 comments

Seorang pemuda bercerita kepada teman-temannya bahwa malam sebelumnya dia melihat leak dan ia berkesimpulan bahwa leak itu adalah jelmaan Dadong Gobyah. Tanpa bisa membantah cerita itu, teman-temannya akhirnya juga menyimpulkan hal yang sama. Cerita itu kemudian beredar ke seluruh desa sehingga orang-orang desa jadi membenci perempuan tua yang dipanggil Dadong Gobyah itu.
Dadong Gobyah adalah seorang wanita tua yang hidup sendiri di rumah gubuknya. Sanak keluarganya sudah meninggalkannya puluhan tahun yang lalu untuk bertransmigrasi ke Lampung. Suaminya, Pekak Gobyah telah meninggal tertembus puluru NIKA jaman revolusi dulu. Jadilah Dadong Gobyah seorang janda tua yang jauh dari kata hidup layak. Pernah berhembus kabar akan ada bantuan dari pemerintah bagi wanita tua ini, namun hembusan kabar itu terlalu kencang sehingga Dadong Gobyah hanya dilewati saja. Bantuan Langsung Tunai yang digembor-gemborkan Pak SBY tidak pernah dinikmatinya. Ia hanya mengandalkan tenaga tuanya untuk mengumpulkan saang dan menjualnya ke pasar. Itupun tidak akan laku semua dalam sehari. Beberapa keluarga telah menggunakan kompor gas untuk memasak sehingga tidak memerlukan lagi saang si Dadong. Hasil penjualan saang itu cukup untuk membeli beras dan minyak goreng. Lauknya? Belauk dan don canging juga enak.
Sejak kejadian itu hidup Dadong Gobyak semakin berat. Dia menjadi kesepekang seluruh warga desa. Tak ada yang mau bicara dengannya. Anak-anak pun takut melihat wajah wanita tua itu. Tak ada lagi tegalan yang bisa dicari saang-nya, kalaupun ada, tak ada yang mau beli saang Dadong Gobyah. Takut kalau-kalau salah ucap malam harinya Dadong Gobyah akan ngeleak dan menyakiti orang yang tidak dia suka. Padahal perempuan tua itu tidak pernah mengerti apa sebenarnya yang terjadi. Dadong Gobyak akhirnya sakit-sakitan dan tak ada uang untuk mencari bantuan pengobatan. Bisa ditebak. Dadong Gobyah akhirnya meninggal dalam kesendiriannya. Warga desa menguburnya di setra desa dan gubuk tepat tinggal wanita tua itu diambil sebagai aset desa.
Cerita di atas hanyalah fiksi, namun aib seperti di atas tidak bisa dipungkiri pernah terjadi di Bali. Cerita-cerita leak yang menggangu masyarakat desa masih sering terdengar nyaring diceritakan senyaring tawa leak yang memecah keheningan malam (kata orang). Leak sepertinya sangat menakutkan, sama menakutkannya dengan cerita-cerita ilmu hitam di daerah-daerah lain. Tapi tak seorangpun bisa membayangkan bagaimana menakutkannya jika orang dituduh bisa ngeleak. Dikucilkan, dimusuhi dan tidak punya ruang gerak yang bebas lagi. Akhirnya hanya bisa berjalan menunduk dan menutupi muka.
Apa itu Leak sebenarnya? Banyak versi tentang leak bahkan pernah ada seminar tentang Leak dan peserta seminar lebih sepakat bahwa Leak bukanlah sebuah ilmu hitam serta jaun dari sifat jahat yang dituduhkan oleh semua orang. Tapi pandangan masyarakat sudah tidak bisa dirubah. Leak itu jahat. Orang yang bisa ngeleak harus dimusuhi. Terlepas dari semua itu, sampai saat ini tidak ada seorangpun yang pernah membuktikan bahwa ia telah melihat sosok mengerikan yang mereka sebut leak itu. Sayang juga tak seorangpun bisa membuktikan bahwa cerita itu bohong.
Lalu bagaimana? Argumentum ad Ignorantiam. Para ahli menulisnya demikian. Yang dalam pengertian bebasnya adalah sesuatu itu ada karena tidak ada orang yang bias membuktikan bahwa sesuatu itu tidak ada. Hal ini lebih mengarah pada kesesatan dalam penalaran kita sebagai manusia sehingga kesimpulan yang didapat juga menyesatkan. Demikian juga halnya dengan Dadong Gobyah. Coba saja kita lihat hubungan kedua premis di bawah ini :

Premis I : Pemuda desa itu mengatakan bahwa ia malam sebelumnya ia melihat leak
Premis II : Teman-temannya tidak bisa membuktikan bahwa ucapannya itu bohong.
Kesimpulannya : Pemuda itu memang melihat leak.

Premis I : Pemuda lain berpendapat bahwa tidak benar Dadong Gobyah bisa ngeleak.
Premis II : Pemuda ini tidak bisa membuktikan bahwa tidak benar Dadong Gobyah bisa ngeleak
Jadi kesimpulan yang akan ditarik adalah : Dadong Gobyak bisa ngeleak.

Benarkan Dadong Gobyah bisa ngeleak sehingga orang-orang di desa itu memusuhinya? Jawabannya tergantung pada premis yang digunakan untuk mengambil kesimpulan. Maka bisa saja Dadong Gobyah hanyalah korban kesesatan dalam penalaran masyarakat di sekitarnya. Mungkin juga hal yang sama berlaku pula pada leak yang menyeramkan itu. Jika demikian halnya Dadong Gobyah dan leak punya nasib sama yaitu menjadi korban kesesatan penalaran.
Leak : klik link
Leak : menjadi leak
Dadong : sebutan untuk nenek di Bali
Saang : kayu api
Belauk : larva capung yang biasa dijadikan lauk oleh masyarakat Bali dahulu
Don Canging : Daun pohon berduri yang biasanya tumbuh di pinggir sungai
Kesepekang : sebuah istilah dalam masyarakat adat di Bali, dimana jika orang kesepekang, dia tidak berhak lagi mendapat pelayanan di masyarakat.
Terima kasih untuk I Gede Mahendra yang posting artikel tentang Leak di situs www.iloveblue.com. Tulisan Anda memberi kasanah baru dalam pemahaman leak di Bali. Selain Beliau, Ngurah Artha dan Mangku Teja adalah tokoh-tokoh yang juga berusaha membuka pikiran orang Bali tentang leak.

2 comments Saturday, April 21, 2007

Right! now ha, ha,
I am an anti-Christ,
I am an anarchist,
don't know what I want,
but I know how to get it,
I wanna destroy the passer by,
'cos I wanna be anarchy,
Ho dogs body,

(Anarchy in UK, Sex Pistols lyric)


Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh
politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di
Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku
indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan
we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.

(Wikipedia, Punk)

Lalu jika ada di antara kita dengan ciri fashion di atas namun tidak bisa melakukan apapun dalam masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan masalah agama apakah mereka juga bisa kita sebut anak Punk? Carilah jawaban di antara kita karena sekarang ini meniruan identitas lebih mencerminkan budaya plastik.