Thursday, August 30, 2007

Satu persatu adik-adik Yudistira menghembuskan nafas terakhirnya, dimulai dari permaisuri Drupadi, si kembar Nakula dan Sahadeva, kemudian disusul oleh panglima perang Pandawa, Arjuna. Semua tidak tahan lagi dengan dinginnya salju abadi Himalaya, bahkan Bima yang sangat kuatpun akhirnya meninggal dalam kebekuan. Maka tinggal Yudistira melanjutkan pendakian dengan seekor anjing yang dari awal perjalanan mengikuti perjalanan para Pandawa menuju Sorga. Kadang kala anjing itu diangkatnya karena kasihan dan kadang pula dilepas kembali ketika Yudistira tidak kuat lagi menggendong anjing kecil itu.

Keteguhan hati Pandawa tertua yang dikenal sangat bijaksana ini akhirnya membawa kedua makluk berlainan spesies ini mencapai puncak Himalaya. Ketika sampai di puncak, Dewa Brahma menampakkan diri dari menyapa Yudistira.

“Karena keteguhan hatimu, Yudistira, aku akan mengangkatmu menuju Sorga.”
“Hamba ucapkan terima kasih,Dewa.” Yudistira mengucapkan terima kasih itu dengan bersimpuh di hadapan Dewa Brahma yang berwibawa itu.
Anjing kecil yang setia menemani pendakian itu seakan ikut bersimpuh walaupun kelihatan tidak mengerti dengan pemandangan di hadapannya. Ia telah menganggap Yudistira sebagai tuan dan juga sahabatnya.

“Tapi, engkau harus mengerti, wahai Putra Pandu, sorga bukanlah tempat tepat buat seekor anjing. Maka tinggalkanlah anjingmu itu di sini.”
“Bolehkah hamba bertanya wahai Dewa yang Agung?” Yudistira berusaha mencari jawaban.
“Silakah, Anakku.”
“Mengapa Dewa mengatakan sorga bukan tempat yang tepat buat seekor anjing?”
“Karena Sorga adalah hadiah bagi kebaikan di dunia ini dan hanya manusia yang mengenal perbuatan baik dan buruk.”
“Apakah anjing yang setia tidak bisa dikatakan telah berbuat baik? Hamba pun tidak tahu nama dan siapa pemilik anjing kecil ini, tapi di begitu setia menemani pendakian ini. Jika dia tidak bisa ikut dalam perjalanan hamba ke sorga maka hamba lebih baik tetap di sini. Hamba akan menemani anjing ini di sini dan melupakan sorga yang dianggap sebagai hadiah kebaikan di dunia ini.”

Kata-kata Yudistira membuat Sang Dewa tertegun. Angin dingin seperti menusuk daging dan merambat ke tulang. Yudistira masih bersimpuh menunggu apa yang akan dikatakan Dewa Brahma. Tapi ia tetap pada pendiriannya semula. Masuk sorga dengan anjing kecil ini atau tidak sama sekali. Selama hidup ia melakukan kebajikan bukanlah untuk mendapat hadiah sorga tapi kebajikan adalah kewajiban manusia.

Ia menundukkan wajahnya. Matanya hanya menatap salju yang ada di bawah tubuhnya yang telah kurus dan menggigil.

“Lihatlah, wahai pahlawan bangsa Kuru!” Sang Dewa bersabda.”Lihatlah siapa di sampingmu!”

Yudistira menoleh ke samping kiri. Dia tidak melihat anjing kecilnya lagi. Ia juga melihat ke segala penjuru tapi anjing itu tidak ada lagi. Kini di hadapannya berdiri dua dewa. Tapi matanya tetap mencari-cari dimana anjing kecil itu.

“Anakku,” Sang Dewa yang lain menyapa Yudistira,”aku Dewa Dharma yang mengikutimu sejak awal pendakian ini. Akulah anjing kecilmu itu.”

Yudistira tertegun.

“Jangan bingung, anakku.” Dewa Dharma berusaha menyadarkan Yudistira dari kebingungannya.
“Maafkan hamba, Dewa. Hamba tidak tahu.” Yudistira gelagapan.
“Kau tidak perlu minta maaf, anakku. Saatnya kau ke sorga dengan segala perbuatan baikmu.” Seketika itu juga Dewa Dharma menghilang dari pandangan.

“Ayolah, pahlawan. Kita berangkat.” Dewa Brahma mengulurkan tangan perkasanya dan mengangkat Yudistira menuju sorga.

Posting ini diadaptasi dari bagian terakhir Epos Mahabharata yaitu Swargarohana Parwa yang ditulis Maharesi Vyasa. Swargarohana Parwa sendiri menceritakan perjalanan Pandawa dan Drupadi menuju sorga yang dipercaya dengan cara mendaki gunung Himalaya setelah menyerahkan singgasana kepada Parikesit, cucu Arjuna.

Posting ini aku dedikasikan buat anjing kecilku, Piko (Gendut) yang mati hari ini. Semoga ada sorga bagi anjing. Semoga ada alasan yang baik mengapa Nabi Nuh menyertakan anjing dalam bahteranya selain untuk dianggap najis di kemudian hari.

0 comments:

Post a Comment