11 comments Thursday, June 7, 2007


Soekarno adalah sosok yang menarik, beliau adalah seorang tokoh yang sangat besar sumbangannya dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Beliaulah yang mambacakan teks Proklamasi yang didampingi oleh Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 yang menandai berdirinya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat yaitu Indonesia, negara kita. Mengapa dipilih Soekarno untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia padahal bisa saja pemuda-pemuda semacam Chaerul Saleh dan kawan-kawannya di PETA melakukannya tanpa Soekarno. Tapi tetap saja mereka harus memaksa Soekarno dan Hatta untuk mengumumkannya sampai ada acara penculikan(Ingat Peristiwa Rengasdengklok). Tentu saja alasannya Soekarno harus dilibatkan karena belau adalah pejuang sejati yang telah malang-melintang dalam perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, termasuk bersekutu dengan Jepang lewat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang nyata-nyata bentukan Jepang.

Perjuangan Soekarno adalah perjuangan tanpa kenal lelah dengan sebuah cita-cita yaitu kemerdekaan dan keadilan sosial bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia. Kesemuanya cita-cita kemerdekaan dan keadilan sosial seluruh lapisan rakyat ini, dicakup oleh Bung Karno dalam paham Marhaenisme. Marhaen (katanya) adalah nama seorang tani yang beliau jumpai di selatan Bandung, dan yang beliau simbolisir bagi gambaran setiap rakyat Indonesia, yang menjadi korban daripada kolonialisme tanpa memandang agamanya ataupun paham politiknya. Pengertian kolonialisme dalam hubungan ini adalah kolonialisme sebagai anak kelahiran sistem imprealisme, sedangkan imprealisme adalah tingkat tertinggi dari kapitalisme.

Marhaenisme sendiri bisa dikatakan sebagai ajaran Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi rakyat Indonesia saat itu. Yang membedakannya adalah dimana Marx menyatakan bahwa sistem kapitalisme di Eropa menghasilkan kaum proletar (sebutlah buruh-buruh dan atau pekerja) yang melarat, namun Soekarno menegaskan bukan saja kaum proletar yang melarat tapi juga kaum-kaum yang lain seperti petani, nelayan atau lebih gampang disebut, seluruh rakyat melarat dan termiskinkan akibat kapitalisme dengan manifestasinya kolonialisme, imperialisme dan isme-isme lainnya yang lebih gampang disebut dengan penjajahan.

Lucunya saat ini masih ada yang marah jika Marhaenisme dikaitkan dengan Marxisme. Hal ini tentunya sangat beralasan, mengingat Marxisme juga merupakan ibu dari fahan komunisme yang menjadi momok di Indonesia sejak peristiwa G30S PKI. Di mana dalam buku-buku sejarah disebutkan dalangnya adalah PKI (Partai Komunis Indonesia) yang mana 7 orang jenderal menjadi korban peristiwa itu. Untuk membalasnya, nyawa 7 orang jenderal itu ditukar dengan 3 juta orang-orang yang dituduh PKI dan underbownya. 7 : 3.000.000, perbandingan yang adil, bukan?

Marhaenisme sediri bisa dikatakan sebagai sebuah asas yang menghendaki susunan masyarakat dan negara, yang di dalam segala halnya, menyelamatkan dan melindungi kaum marhaen. Siapa kaum marhaen? Tentu saja mereka adalah kaum-kaum yang menderita oleh kapitalisme penjajah. Marhaenisme adalah cara perjuangan revolusioner, sesuai dengan watak kaum marhaen pada umumnya. Marhaenisme adalah asas dan cara perjuangan menuju kepada hilangnya kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme.

Marhaenisme juga dikatakan sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokratik. Sosio nasionalis adalah paham yang mengandung nilai kebangsaan yang sehat dan berdasarkan perikemanusiaan, persamaan nasib, gotong royong, hidup kemasyarakatan yang sehat, kerja sama untuk mencapai sama bahagia,tidak untuk menggencet dan menghisap. Sedangkan sosio demokrasi adalah paham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomiannya, dan kemajuannya, supaya sesuatu bisa bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Rakyat sangat menginginkan berlakunya demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan demokrasi sosial.

Bagaimana dengan implementasinya dewasa ini? Payah!!!! Jangankan rakyat yang berdaulat, negara ini saja kedaulatannya sudah mulai memudar. Bantuan luar negeri masih menjadi hadiah manis dan semua kebijakan diarahkan kepada kepentingan kapitalisme yang berwujud baru, globalisasi. Kaum-kaum tani yang dulunya memiliki tanah untuk digarap sekarang sudah mulai kehilangan tanahnya karena kepentingan pemodal. Banyak dari mereka justru sekarang menjadi kaum proletar. Perusahaan-perusahaan negara yang menguasai hajat hidup orang banyak justru ditambahkan kata “Terbuka(tbk)”, Misalnya PT. Telkom Tbk, PT PLN Tbk dan Tbk-Tbk lainnya. Terbuka untuk rakyat? Bukan, itu mah artinya swatanisasi. Kata-kata sulitnya : diserahkan kepada orang-orang bermodal demi akumulasi modal. Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan investor asing.

Maka, jika sekarang kita berbicara tentang Marhaenisme, sepertinya kata ini lebih menjadi kata penghias pidato-pidato politikus yang mengkampanyekan partainya tetapi tidak pernah diterapkan untuk kepentingan rakyat. Kaum Marhaen itu. Soekarno sendiri telah istirahat dengan tenang dan kalau saja Beliau masih hidup tentu saja akan marah karena cita-cita kemerdekaannya dari kolonialisme dan imperialisme sekarang tumbang ke dalam jurang yang bernama globalisasi yang sama-sama dilahirkan oleh kapitalisme.

Dalam rangka memperingati hari ulang tahun beliau yang jatuh pada tanggal 6 Juni, seharusnya kita mengucapkan “Selamat istirahat di sisi Tuhan, Pak dan please, jangan marah karena kami telah melupakan cita-cita Bapak. Tapi, Pak, kami telah memasang poster-poster Bapak di dinding ruang tamu rumah kami seperti adik-adik kami memasang poster Che Guevara di dinding kamarnya.”